Sukses

BRIN Dorong Para Periset Indonesia Dapatkan Lisensi Hak Kekayaan Intelektual

Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong para periset di Indonesia untuk mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual atau lisensi atas temuan ilmiah mereka.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mendorong para periset di Indonesia untuk mendapatkan Hak Kekayaan Intelektual atau lisensi atas temuan ilmiah mereka. Bagi yang memang berada dalam naungan BRIN, akan ada deputi yang dapat mengurusi hal tersebut.

“Jadi kalau dari kami di BRIN itu, riset itu dia fokus hanya melakukan riset saja. Di lain sisi kita punya tujuh deputi, empat dari tujuh itu untuk melayani periset. Salah satunya ada deputi fasilitasi yang mengelola dan mengurus seluruh proses administratif dari HKI para periset kita,” tutur Kepala BRIN Laksana Tri Handoko di Gedung BRIN, Jalan MH Thamrin, Jakarta, Minggu (7/5/2023).

Untuk itu, lanjut Handoko, periset BRIN tidak perlu repot untuk mengurus administrasi hingga tahapan lainnya. Termasuk juga ada Deputi Kemanfaatan yang akan mencarikan mitra-mitra potensial untuk menyebarluaskan riset ilmiah yang sudah dihasilkan dan kembali fokus dengan pekerjaannya, serta menerima royalti.

“Nah kalau bicara royalti, di BRIN kami sudah mengiplementasikan dari Kementerian Keuangan bahwa kita bisa memberikan royalti maksimal sampai 30 persen dari nilai lisensinya, yang 70 persen kita sebarkan ke negara, yang 30 persen kita berikan langsung ke perisetnya,” jelas dia.

Handoko menambahkan, terkait pendanaan pihaknya juga memiliki insentif untuk mitra industri yang berkeinginan menghilirkan hasil riset BRIN yakni lewat skema penyucian produk inovasi. Hal itu berlaku secara keseluruhan, baik hasil riset pertanian seperti bibit unggul dan pupuk baru; kesehatan seperti produk kapsul; hingga teknologi.

2 dari 2 halaman

Belum Ada Pengakuan dan Kesepakatan di Level ASEAN

Sementara itu, secara umum memang soal Hak Kekayaan Intelektual pada level negara-negara ASEAN memang belum ada pengakuan dan kesepakatan paten secara bersama. Tiap pihak masih harus melakukan registrasi secara mandiri di setiap negara yang dituju agar diakui lisensinya.

“Tapi kalau terkait dengan kolaborasi, kita kolaborasi dengan semua negara tidak hanya ASEAN. Jadi ada Eropa, ada China, bahkan Rusia kita punya kolaborasi. Karena memang kita ingin menghasilkan dan menarik talenta-talenta terbaik karena riset itu kompetisi yang global. Dan kita tidak mungkin bekerja sendiri juga, dan tentu negara-negara ASEAN juga,” Handoko menandaskan.